Sebelum
merdeka, Indonesia mengalami penjajahan. Ada empat negara yang pernah menduduki
Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak
meninggalkan jejak yang mendalam.
1.
Pendudukan Belanda
Pada masa kolonial
dibawah pemerintahan Belanda hasil perkebunan rakyat (gula, kopi, tembakau,
teh, kina, karet dan minyak sawit) Indonesia di kelola secara professional dan
matang sehingga mampu merajai pasaran dunia. Menjelang berakhirnya kekuasaan
Belanda, bank-bank sudah bertebaran, pasar modal telah beroperasi, modal asing
membanjir, infrastruktur ekonomi yang memadai, dibukanya pelabuhan-pelabuhan
yang siap melayani bongkar muat kapal, dan tersedianya jalan kereta api
Namun, di sisi lain,
keadaan warga pribumi berbanding terbalik dengan kemajuan ekonomi tersebut.
Penerimaan warga pribumi jauh lebih sedikit dibanding dengan penerimaan warga
kulit putih. Dari pendapatan sekitar 670 juta gulden, pribumi hanya menerima
3,6 juta gulden saja (0,54%) untuk populasi 59,1 juta jiwa, sedangkan penduduk
tionghoa yang populasinya 1,3 juta jiwa menerima 0,4 juta gulden, dan sisanya
665 juta gulden dinikmati warga kulit putih yang populasinya hanya 241.00
jiwa.
Belanda yang saat itu
menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda.
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie), Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC
seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan
contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli Pada tahun
1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia
Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC.
2.
Pendudukan Inggris
Inggris berusaha
merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh
Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di
India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di
Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan
memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari
negara penjajah.
Perubahan
yang mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan
mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris .Sebab-sebabnya antara lain
:
-
Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.
-
Pegawai
pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
3.
Masa Cultuurstelstel (sistem tanam
paksa)
Pemerintahan Inggris
hanya bertahan selama lima tahun dan Hindia Belanda kembali jatuh ke tangan
Belanda. Cultuurstelstel adalah pengganti Landrent, mulai diberlakukan pada
tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi
berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Bagi masyarakat
pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka,
apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya
adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang
pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di
pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda,
ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang
mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat
pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk
yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
4.
Pendudukan Jepang
Pemerintah militer
Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung
gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi
perombakan besar-besaran. Kesejahteraan
rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi
bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk
pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet,
sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Orde
Lama
Ada tiga hal
penting di era orde lama :
1.
Pemerintah
menempuh kebijakan ekonomi tertutup
Implementasi dari kebijakan ini adalah
orientasi hubungan luar negeri lebih dominan ke negara-negara timur dan
tertutup bagi negara-negara barat. Negara timur adalah negara penganut paham
komunis, sehingga ketika itu paham komunis mulai tumbuh di Indonesia.
2.
Muncul
paham nasakom
Bung Karno sebagai penggagas Pancasila,
tetapi seiring dengan berjalannya waktu, adanya ancaman dari PKI dan dalih demi
persatuan indonesia, Bung Karno merangkul PKI yang kemudian memunculkan paham
nasakom (nasionalis, agama dan komunis).
Dengan demikian, Bung Karno tidak lagi konsisten terhadap apa yang telah
digagasnya, yaitu Pancasila.
3.
Inflasi
mencapai 600%
Antara tahun 1960-1965, keadaan
perekonomian indonesia semakin parah, bahkan ketika itu inflasi mencapai 600%.
Hal ini bisa terjadi karena kebijakan APBN defisit yang ditempuh pemerintah,
sehingga ketika terjadi kekurangan dana, pemerintah akan selalu mencetak uang,
padahal hal ini akan menyebabkan inflasi yang sangat tinggi.
Adapun
periode-periode dalam era orde lama adalah sebagai berikut:
·
Periode 1945 – 1950 (Masa Pasca
Kemerdekaan)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal
kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
-
Lahan
dan hasil sumber daya alam masih dikuasai Belanda.
-
Inflasi
yang sangat tinggi karena beredarnya
lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali
-
Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negri RI
-
Kas
negara kosong
-
Terjadi
dualistik struktur usaha, ada dua pola yang saling berdampingan, tetapi
mempunyai perbedaan yang nyata di segala bidang, meliputi skala, permodalan,
sistem manajemen, pemasaran dan sistem operasional. Kedua pola tersebut
didasari oleh kepentingan penjajah dan disisi lain pertanian (pangan) rakyat.
-
Penduduk
pribumi dijadikan kuli dengan upah sangat rendah.
-
Gerakan
Koperasi sangat rendah.
-
Instabilitas
Ipoleksosbudhankam.
-
Daya
saing produk lokal kalah jauh.
·
Periode 1950-1957 (Masa Demokrasi
Liberal)
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
-
Gunting Syarifuddin
yaitu pemotongan nilai
uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar
tingkat harga turun.
-
Program Benteng
(Kabinet Natsir)
yaitu upaya menunbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan
perusahaan impor asing).
-
Nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi,
-
Sistem ekonomi Ali-Baba
(kabinet Ali Sastroamijoyo I)
yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
·
Periode 1959-1967 (Masa Demokrasi
Terpimpin)
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil
adalah:
-
Kebijakan
nasionalisasi
Pada
tahun 1957/58, Pemerintah menerapkan kebijakan nasionalisasi yaitu Pengambil alihan semua perusahaan-perusahaan
Belanda menjadi milik Indonesia. Namun malah membuat merosotnya kinerja
perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi karena lemahnya kemampuan
manajerial, minimnya pengetahuan dan keterampilan, lemahnya permodalan, dan
lemahnya penguasaan pasar akibat diekspornya produk-produk lokal ke Belanda.
-
Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Pembentukan
Deklarasi Ekonomi dimaksudkan untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin namun dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi
bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik
400%.
-
Devaluasi
Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp
1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi dan diperparah karena pemerintah tidak menghemat
pengeluaran-pengeluarannya.
-
Ekonomi
tertutup
Ditempuhnya
kebijakan ekonomi tertutup, pemerintah menolak semua bentuk bantuan, baik dalam
bentuk pinjaman ataupun permodalan, sehingga hal ini menyebabkan instabilitas
Ipoleksosbudhankam.
-
Peranan
koperasi baru dimulai.
-
Pemerintah
menempuh APBN defisit
artinya
setiap terjadi kekurangan pendapatan/anggaran, pemerintah tidak menjual
aset-asetnya tetapi dengan mencetak uang. Disisi lain hal ini akan menyebabkan
inflasi yang sangat tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar