Senin, 10 November 2014

JUST IN TIME (JIT)

1. Pengertian JIT
Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi.
JIT mempunyai empat  aspek pokok sebagai berikut:

1.   Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2.   Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
3.   Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4.   Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.

JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.

A. Pembelian JIT

      Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:

1.   Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2.   Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
3.   Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4.   Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
5.   Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
      Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1.   Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2.   Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3.   Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4.   Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara individual
5.   Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.

B. Produksi JIT

      Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:

1.   Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2.   Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
3.   Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4.   Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

      Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1.   Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
2.   Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3.   Waktu perpindahan
4.   Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
5.   Ruangan pabrik
6.   Biaya mutu
7.   Pembelian bahan

      Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1.   Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2.   Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak langsung
3.   Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
4.   Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”


2. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
1.   Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
2.   Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
3.   Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
4.   Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5.   Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

      Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:

2.1. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
      Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:

a. Persediaan Rendah
b. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c.   Filosofi TQC (Total Quality Control)

2.2. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
      Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.

JIT
TRADISIONAL
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan 
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi  jasa
Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa

2.3. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
       Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.

2.4. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
       Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.

2.5. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
       Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.

2.6. Pengaruh JIT pada Penilaian  Persediaan
       Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan  persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya: (a) penetapan harga jual berdasar cost-plus, (b) analisis trend biaya, (c) analisis profitabilitas lini produk, (d) perbandingan dengan biaya para pesaing, (e) keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.

2.7. Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
      Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
      Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada level selular. lagi pula, karena  ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.

2.8. Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
      Dalam metode  proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.

2.9. JIT dan Otomasi         
       Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk mengikutinya  dengan  pemilikan  teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk : (a) menaikkan kapasitas produksi, (b) menaikkan efisiensi, (c) meningkatkan mutu dan pelayanan, (d) menurukan waktu pengolahan, (e) meningkatkan keluaran.
      Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.

2.10. Penentuan Harga Pokok Backflush
       Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :

1.   Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2.   Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
3.   Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.

      Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
1.   Perubahan Akuntansi Bahan
2.   Perubahan Akuntansi Biaya Konversi

3.  Analisis Biaya-Volume-Laba
3.1 Analisis CPV Konvensional
Analisis biaya-volume-laba (CPV) konvensional menganggap bahwa semua biaya,   produksi dan non produksi, dap[at digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Biaya yang bervariasi dengan volume, disebut biaya variabel
b. Biaya yang tidak bervariasi dengan volume, disebut biaya tetap.
Dalam anlisis tersebut biaya dianggap sebagai fungsi linier volume penjualan sehingga persamaannya adalah:
L  =  P - B                   Dalam hal ini:
P  = H X                           L = Laba bersih sebelum pajak
B  = T + VX                  P = Pendapatan Total
Sehingga:                            B = Biaya Total
L  = HX - T - VX                    H = Harga jual per unit
X(H - V) = L + T                     X = Unit atau volume produk yang     X  =  (L+T)/(H-V)   T = Biaya tetap total
                                   V = Biaya variabel per unit

3.2  Analisis CPV dalam JIT
Dalam sistem JIT,biaya variabel per unit produk yang dijual turun namun biaya tetapnya naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch tidak ada karena batch menjadi satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat digambarkan sebagai berikut:
B  = T + V1X1 + V3X3
B = Biaya Total                       X1 = Jumlah unit
T = Biaya tetap                       X3 = Jumlah kegiatan
V1 = Biaya variabel berdasar unit penjualan (berdasar unit)
V3 = Biaya variabel berdasar non unit     

                            
4. Titik Impas
Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.

4.1   Sistem Konvensional


 


      X = (I + F) / (P - V)

Dalam hal ini:
X =  Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I   =  Laba sebelum pajak penghasilan
F  =  Total biaya tetap
P  =  Harga jual per unit
V  =  Biaya variabel per unit

4.2  Sistem JIT
        X1 = (I + F1 + X2V2 ) /  (P - V1)
Dalam hal ini:
X1 =  Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I     =   Laba sebelum pajak  penghasilan
F1  =  Total biaya tetap   
X2  =  Jumlah kuantitas berbasis nonunit  
V2  =  Biaya variabel per basis non unit
P    =  Harga jual per unit
V1  =  Biaya variabel per unit


Illustrasi  :

      PT.KIRANA, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perakitan suku cadang menggunakan dua sistem biaya yang berbeda yaitu:
1.   Sistem biaya konvensional                                            
2.   JIT
.Sistem biaya konvensional membebankan BOP menggunakan pengarah biaya (cost driver) berbasis unit. Sistem JIT menggunakan pendekatan yang terfokus pada penelusuran biaya dan penentuan harga pokok berbasis aktivitas untuk biaya yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan suatu sel pemanufakturan. Untuk mengetahui perbedaan antara kedua metode, berikut ini disajikan data biaya produksi untuk bulan desember 1997 :

ELEMEN BIAYA
SISTEM BIAYA

KONVENSIONAL
JIT
Bahan Baku
Tenaga kerja langsung
BOP Variabel berbasis unit
BOP Variabel berbasis non unit
BOP tetap langsung
BOP tetap bersama
    Rp  800
    70
    90
    -
    30
   100
Rp 1.090
  Rp   800
   100
    20
    30
    30
        20
  Rp 1.000

Diminta:
1.   Hitunglah jumlah maksimum dari masing-masing sistem biaya yang harus dibayar      seandainya perusahaan memutuskan untuk membeli pada pemasok luar.
2.   Bila  diketahui  perusahaan  berproduksi  pada  kapasitas 1500 unit dengan harga jual      Rp 1.100, susunlah laporan L/R untuk periode yang bersangkutan
3.   Lakukan analisis terhadap kasus tersebut.

Penyelesaian :

1. Jumlah maksimum yang harus dibayar kepada pemasok luar, biasa dianggap sebagai biaya terhindarkan yang harus diputuskan oleh perusahaan tersebut.
  Biaya yang dapat dihindarkan:
  - Sistem biaya konvensional  =  Rp 800 + 70 + 90 + 30    = Rp 990
  - Sistem biaya JIT           =  Rp 800 + 100 +30 +20 +30 = Rp 980








2. Laporan L/R

KETERANGAN 
SIST. KONVENSIONAL
SIST. JIT
Penjualan :
( 1500 u x Rp 1.100)
Biaya Variabel :
(Rp 9601) x 1.500 u)
(Rp 8202) x 1.500 u)
Laba Kontribusi
Biaya Tertelusur :
Bi. variabel berbasis non unit
Bi. tetap langsung
Jumlah Biaya Tertelusur
Laba Langsung Produk
Rp              1.650.000

1.440.000

210.000

-
45.000
45.000
165.000
Rp        1650.000


1.230.000
420.000

45.0003)
195.004)
240.000
180.000
 
  1) Rp 800 + Rp 70 + Rp 90 = Rp 960
  2) Rp 800 + Rp 20 = Rp 820
  3) Rp 30 x 1.500 u = Rp 45.000
  4) (Rp 100 + Rp 30) x 1.500 u = Rp 195.000

3. Sistem penentuan harga pokok konvensional menyediakan laporan yang menunjukkan profitabilitas produk sedangkan sistem JIT menunjukkan adanya efisiensi karena JIT dapat mengubah beberapa jenis biaya mis: Biaya tenaga kerja  langsung  menjadi biaya tetap langsung.     
  




  

KOMUNIKASI DENGAN KOMITE AUDIT

       Seksi ini menetapkan persyaratan bagi auditor untuk menentukan bahwa masalah masalah tertentu yang bersangkutan dengan pelaksanaan audit dikomunikasikan kepada orang yang memiliki tanggung jawab pengawasan dalam proses pelaporan keuangan. Untuk tujuan Seksi ini, penerima komunikasi disebut dengan komite audit (audit committee). Komite audit atau pihak yang secara formal ditunjuk untuk mengawasi proses pelaporan keuangan yang bertanggung jawab kepada badan yang setara dengan komite audit (seperti komite keuangan atau komite anggaran) dan semua perikatan dengan Bapepam.
Seksi ini mengharuskan auditor menjamin bahwa komite audit menerima informasi tambahan tentang lingkup dan hasil audit yang dapat membantu komite audit dalam mengawasi pelaporan keuangan dan proses pengungkapan yang menjadi tanggung jawab manajemen. Seksi ini tidak mengharuskan komunikasi dengan manajemen; namun, Seksi ini tidak menghalangi komunikasi dengan manajemen atau individu lain dalam intitas yang menurut pertimbangan auditor, dapat memperoleh menfaat dari komunikasi ini.
Komunikasi dapat berbentuk lisan atu tertulis. Jika informasi dikomunikasikan secara lisan, auditor harus mendokumentasikan komunikasi tersebut dengan catatan atau memo memadai dalam kertas kerja. Bila auditor berkomunikasi dalam bentuk lisan, laporn harus menunjukan bahwa hal itu hanya dimaksudkan untuk digunakan ileh komite audit atau dewan komisaris dan, jika diperlukan, oleh manajemen.
Komunikasi yang ditentukan dalam Seksi ini bersifat insidental dalam perikatan audit. Oleh karena itu, komunikasi tidak diharuskan terjadi sebelum diterbitkannya laporan auditor atas laporan keuangan entitas, sepanjang komunikasi dilakukan tepat waktu. Namun dapat terjadi, menurut pertimbangan auditor, diperlukan pembahasan tentang masalah tertentu dengan komite audit sebelum penerbitan laporan auditor.
Mungkin sudah semestinya jika manajemen melakukan komunikasi dengan komite audit tentang masalah tertentu yang dijelaskan dalam seksi ini. Dalam keadaan tersebut, auditor harus puas bahwa komunikasi telah benar-benar terjadi. Umumnya, tidaklah perlu untuk mengulangi komunikasi maslah yang selalu terjadi berulang setiap tahun. Namun, secara berkala, auditor harus mempertimbangkan apakah semestinya dan tepat waktu untuk melaporkan maslah tersebut, dengan adanya perubahan komite audit atau hanya karena berlalunya waktu. Akhirnya, Seksi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi komunikasi masalah lain.

Masalah Yang Dikomunikasikan
1.      Tanggung Jawab Auditor Berdasarkan Standar Auditing yang Ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia
Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dapat ditujukan ke berbagai masalah yang menjadi kepentingan komite audit. Sebagai contoh, komite audit biasanya berkepentingan dengan pengendalian intern dan apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material. Agar komite audit memahami sifat keyakinan yang diberikan oleh suatu audit, auditor harus mengkomunikasikan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya mengenai masalah-masalah tersebut berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Juga penting bagi komite audit untuk memahami bahwa standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia didesain untuk memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, atas laporan keuangan.
2.      Kebijakan Akuntansi Siginifikan
Auditor harus menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi atau pelaksanaannya.  Auditor juga harus menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang metode yang digunakan untuk mempertanggungjawabkan transaksi signifikan yang tidak biasa dan dampak kebijakan akuntansi signifikan untuk isu akuntansi yang baru atau kontroversial yang belum ada panduan atau kesepakatan mengenai perlakuan akuntansinya dari badan berwnang. Sebagai contoh, mungkin terdapat isu akuntansi signifikan dalam bidang seperti pengakuan pendapatan, pendanaan tidak disajikan di neraca (off-balance sheet financing), dan akuntansi untuk investasi ekuitas (equity investment).
3.      Pertimbangan Manajemen dan Estimasi Akuntansi
Estimasi akuntansi merupakan bagian terpadu dari laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan didasarkan atas pertimbangan kini manajemen. Pertimbangan tersebut biasanya didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman tentang peristiwa sekarang dan masa lalau serta asumsi tentang peristiwa masa yang akan datang. Estimasi akuntansai tertentu sangat sensitif karena estimasi tersebut signifikan bagi laporan keuangan dan karena kemungkinan bahwa peristiwa masa yang akan datang yang mempengaruhinya dapat sangat berbeda dari pertimbangan sekarang manajemen. Auditor harus menentukan komite audit mendapatkan informasi tentang proses yang digunakan oleh manajemen dalam merumuskan estimasi akuntansi yang sangat sensitif tersebut dan tentang dasar yang dipakai oleh auditor dalam menyimpulkan kewajaran estimasi tersebut.
4.      Penyesuaian Audit Signifikan
Auditor harus memberikan informasi kepada audit tentang penyesuaian yang timbul dari audit yang menurut pertimbangannya dapat berdampak signifikan atas proses pelaporan entitas, baik secara individu atau secara bersama-sama. Untuk tujuan Seksi ini, penyesuaian audit, baik yang dicatat maupun yang tidak dicatat oleh entitas, merupakan koreksi yang disusulkan terhadap laporan keuangan yang menurut pertimbangan auditor, mungkin tidak akan terdeteksi kecuali melalui prosedur audit yang dilaksanakan. Masalah yang menjadi dasar penyesuaian yang disusulkan oleh auditor, namun tidak dicatat oleh entitas dapat secara potensial menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan masa yang akan datang, meskipun auditor berkesimpulan bahwa penyesuaian tersebut tidak material bagi laporan keuangan sekarang.
5.      Informasi Lain dalam Dokumen yang Berisi Laporan Keuangan Auditan
Komite audit seringkali mempertimbangkan informasi yang disusun oleh manajemen yang menyertai laporan keuangan entitas. Perusahaan tertentu yang menyerahkan laporan kepada Bapepam diharuskan untuk menyajikan informasi “Analisis dan Pembahasan Umum oleh Manajemen” terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha dalam laporan tahunan kepada pemegang saham. SA Seksi 550 [PSA No. 44] Informasi Lain dalam Dokumen yang Berisi Laporan Keuangan Auditan menetapkan tanggung jawab auditor untuk informasi semacam itu. Auditor harus membicarakan dengan komite audit mengenai tanggung jawabnya atas informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan, dan prosedur yang telah dilaksanakan, serta hasilnya.
6.      Ketidaksepakatan dengan Manajemen
Ketidaksepakatan dengan manajemen dapat terjadi sehubungan dengan penerapan prinsip akuntansi terhadap transaksi dan peristiwa khusus entitas serta basis yang digunakan oleh manajemen untuk membuat estimasi akuntansi. Ketidaksepakatan dapat juga timbul berkaitan dengan lingkup audit, pengungkapan yang dicantumkan dalam laporan keuangan entitas, serta kata-kata yang digunakan oleh auditor dalam laporan auditnya. Auditor harus membahas dengan komite audit setiap ketidaksepakatannya dengan manajemen, baik yang dapat diselesaikan dengan memuaskan maupun yang tidak, tentang masalah-masalah yang secara individual maupun bersama-sama signifikan terhadap laporan keuangan entitas atau laporan auditor. Untuk tujuan Seksi ini, ketidaksepakatan tidak mencakup perbedaan pendapat berdasarkan fakta yang tidak lengkap atau informasi awal yang dapat diselesaikan kemudian.
7.      Konsultasi dengan Akuntansi Lain
Dalam beberapa hal, manajemen dapat memutuskan untuk berkonsultasi dengan akuntan lain tentang masalah auditing dan akuntansi. Bila auditor mengetahui bahwa konsultasi semacam ini terjadi, ia harus membahas dengan komite audit mengenai pandangannya terhadap masalah signifikan yang dikonsultasikan oleh manajemen
8. Isu Utama yang Dibicarakan dengan Manajemen sebelum Keputusan Mempertahankan Auditor
Auditor harus membahas dengan komite audit mengenai isu utama yang telah dibahas dengan manajemen yang berkaitan dengan usaha mula-mula atau usaha selanjutnya untuk tetap mempertahankan penggunaan jasa auditor tersebut termasuk, diantarannya, pembahasan mengenai penerapan prinsip akuntansi dan standar auditing.
9.      Kesulitan yang Dijumpai dalam Pelaksanaan Audit

Auditor harus memberikan informasi kepada komite audit bila terdapat kesulitan serius yang dijumpainya dalam berhubungan dengan manjemen mengenai pelaksanaan audit. Hal ini termasuk, diantaranya, penundaan yang tidak beralasan oleh manajemen mengenai saat dimulainya audit atau penyediaan informasi yang diperlukan, dan apakah jadwal waktu yang dibuat oleh manajemen masuk akal dalam keadaan tersebut. Masalah lain yang mungkin dijumpai oleh auditor adalah tidak tersedianya personel klien dan kegagalan personel klien untuk menyelesaikan daftar yang dibuat klien pada waktunya, jika auditor menganggap masalah ini signifikan, ia harus memberitahu komite audit.